Saat itu Sita berumur 5 tahun. Pada waktu itu, Sita masih tidur bersama kedua orang tuanya, dengan alasan takut bila tidur ditinggal sendiri meskipun lampu dinyalakan. Maka Sita pun tidur bersama kedua orang tuanya dengan lampu kamar yang dimatikan. Awalnya Sita tidak merasakan hal-hal aneh di kamar tersebut, tapi lama kelamaan saat Sita terjaga secara tiba-tiba, dia dikagetkan dengan sesuatu benda hitam yang bergerak-gerak di atas lemari. Sita pun terbangun dan mendapatkan kakinya seperti digerayami beberapa ulat bulu. Sontak dia menangis hingga membangunkan kedua orang tuanya. Ibunya Sinta bertanya, apa yang membuatnya tiba-tiba menangis. Kemudian Sita menjawab bahwa ada ulat bulu di kakinya. Tanpa menyalakan lampu terlebih dahulu, Ibunya Sita berusaha mengusir ulat bulu yang di maksud Sita dengan bantal. Namun tangisan Sita malah semakin menjadi, karena setelah bantal itu menyentuh kaki nya, Sita melihat ulat bulu yang menempel di kaki nya semakin banyak. Ayah Sita pun langsung menyalakan lampu kamar, dan teryata tak ada apa-apa di kaki Sita. Melihat itu, Sita pun kebingungan, karena dia yakin sekali ada ulat bulu yang bayak sekali di kakinya. Meskipun tadi kamar gelap, tapi masih ada sedikit cahaya dari luar, sehingga Sita bisa sedikit melihat apa saja yang ada di sekitarnya.
Kepala
Cerita kali ini pun dialami Sita saat dia masih berumur 5 tahun. Sore itu sita berada di teras rumahnya di lantai dua. Dari situ dia bisa melihat sungai cikapundung dan pemukiman di daerah Cisitu Lama (Dago). Adzan maghrib berkumandang, Sita masih berdiri di teras rumahnya sambil bernyanyi-nyanyi. Dasar anak kecil, ada-ada saja tingkah polahnya. Selang beberapa detik dari waktu adza maghrib, tiba-tiba Sita berlari ke kamar orang tuanya sambil berteriak, “mamaaaah… ada setan… ih takuuuut ada setaaaan.” Mendengar teriakan Sita, kedua orangnya pun bertanya balik, “Lihat apa Sita, coba gambarin apa yang barusan kamu lihat.” Dari umur 5 tahun, bakat Sita menggambar memang sudah terlihat, ayahnya yang sedang sholat pun pernah dia gambar, meskipun tidak terlalu mirip. Sita pun menggambarkan apa yang dia lihat tadi di teras. Betapa kaget nya kedua orang tua Sita melihat hasil gambarnya. Sita menggambarkan kepala manusia, bertaring, dengan rambut yang seperti tersibak angin. Ternyata cerita tentang kepala buntung yang berasal dari sungai cikapundung itu pernah diceritakan di acara nightmare side Ardan.
Burung Cadas
Saat itu Sita sudah menginjak bangku SD. Suatu petang, Sita bersama adik dan ayahnya pergi ke sebuah plaza yang tidak jauh dari rumahnya. Bisa dengan berjalan kaki untuk sampai di plaza tersebut, hanya saja kita harus melewati pinggiran dari pemakaman umum Cadas Manggul (Jl. Bukit Jarian, Ciumbuleuit). Jalan yang Sita lewati saat itu berada di antara pemakaman umum Cadas Manggul dan aliran sungai cikapundung. Sekitar setengah perjalanan kita akan menemukan batu Cadas setinggi kurang lebih 1,5 meter. Batu cadas tersebut terkenal angker, dan Sita tahu betul hal mistis apa saja yang pernah terjadi disekitar batu cadas tersebut dari teman-temannya, dari mulai cerita manusia berekor tikur yang berjalan mundur, wanita berbaju putih, hingga kepala buntung. Sekitar 4 meter dari letak batu cadas hingga posisi Sita berdiri, tiba-tiba dia mendengar suara burung gagak diiringi dengan munculnya sosok burung gagak besar tepat disamping batu cadas tersebut. Burung gagak tersebut besarnya persis setinggi batu cadas. Sita tampak ketakutan, dia hamper menangis sambil memegang erat ayahnya. Ayahnya pun kaget karena melihat Sita yang tiba-tiba berkata, “Ayah, itu apa disana… ayah itu apa!!!!” Tapi ayahnya mencoba untuk menenangkan Sita dan meyakinkannya bahwa apa yang dia lihat itu hanya ilusinasi. Benar saja saat didekati burung yang tadi dilihat Sita sudah tidak ada, dan mereka bertiga pun melanjutkan perjalanan.
Hantu Di Depan Teras
Saat itu tepat seminggu kematian tetangganya Sita. Seorang nenek yang tinggal bersama suami dan kedua cucu nya. Sita baru menduduki bangku sekolah dasar. Pada malam itu Sita tidur bersama kakak perempuannya di kamar lantai satu, yang letaknya di pinggir ruang tamu. Ruang tamu ini yang menghubungkan kamar dengan teras rumah dan tepat didepan teras rumah Sita adalah rumah tetangga Sita yang baru meninggal itu (Sita bisa melihat keluar teras dari jendela kamar). Saat itu gorden di ruang tamu Sita sedang dicuci sehingga malam itu jendela besar (hampir seluas sisi tembok penuh) tidak ditutupi oleh sehelai benang pun. Malam itu Sita gelisah, tidak bisa tidur, sementara kakaknya sudah tertidur pulas di sampingnya. Sita pun melihat keluar jendela dari kamarnya sekilas. Dia sempat melihat ada sesosok manusia atau mungkin bukan berada di depan terasnya dan sedikit menggeser tirai bambu. Untuk meyakinkan apa yang telah dia lihat, Sita pun melihat ke luar lewat jendela kamarnya. Ternyata benar sosok itu masih ada. Satu sosok dengan kulit mengelupas dan daging yang seperti habis tercabik-cabik. Tirai bambu masih terlihat menggeser atau terbuka sebagian yang menandakan memang makhluk itu berdimensi. Sita sempat membangunkan kakaknya yang tertidur dan menyuruhnya melihat apa yang tengah dia lihat. Namun kakaknya tidak melihat apa-apa dan melanjutkan tidur. Tapi Sita masih bisa melihat bahwa makhluk itu masih berdiri di depan teras rumahnya yang ditutupi tirai bambu.
Cerita diatas merupakan kisah nyata, karena aku sendiri yang mengalaminya. Sita adalah nama samaranku.
No comments:
Post a Comment